Judul
Buku : Arok Dedes
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Cetakan : Kedelapan, Juli 2009
Tebal
Halaman : 557 halaman
Oleh
Muhammad A. Fahmi
“Mungkin kau lupa. Jatuhkan Tunggul Ametung
seakan tidak karena tanganmu. Tangan orang lain harus melakukannya. Dan orang
itu harus dihukum di depan umum berdasarkan bukti tak terbantahkan. Kau
mengambil jarak secukupnya dari peristiwa itu.” – Parmoedya Ananta Toer-
Arok dan Dedes nama
ini tidaklah asing dikalangan masyarakat Indonesia. Ya tentu, mereka adalah
salah satu tokoh penting dalam kisah ‘Kutukan Keris Empu Gandring’. Cerita ini
seringkali di tayangkan di layar kaca televisi ataupun di buku-buku cerita
rakyat. Dan kerap disajikan dalam kisah
pewayangan. Sudah barang tentu kisah
ini begitu akrab bagi masyarakat Indonesia.
Dari awal
dipopulerkan, kisah Arok dan Dedes hanya memfokuskan pada ‘Kutukan Keris Empu Gandring’,
di mana Arok membunuh Empu Gandring, lalu merampas keris yang telah dibuatnya, diujung
mautnya, Empu Gandring menyatakan sumpah kutukan tujuh turunan kepada Arok.
Tidak hanya mitos, apabila
di telaah, ada pesan moral yang dapat kita ambil dan jadikan pelajaran dari
kisah Arok dan Dedes ini. Dan di tangan seorang penulis kenamaan, Pramoedya
Ananta Toer dengan karya-karyanya yang telah mendunia, kisah ini diangkat dari
sisi yang berbeda, yaitu kisah roman politik yang begitu jauh dari kesan
mistika-irasional atau ‘Kutukan Keris
Empu Gandring’ yang kita kenal.
Pramoedya Ananta Toer atau
lebih dikenal dengan panggilan Pram, lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah. Karya-karya
nya tidak lah lahir dari atas meja tulis dan kursi yang nyaman untuk duduk
berjam-jam, melainkan lahir dari dalam penjara. Hampir separuh hidupnya dihabiskan
dalam penjara ; 3 tahun dalam tahanan kolonial, 1 tahun di Orde Lama , dan 14
tahun di masa Orde Baru tanpa proses pengadilan. Pada tanggal 21 Desember 1979
Pram dibebaskan karena tidak terbukti terlibat dalam G30S PKI.
Buku Roman Arok Dedes
yang diselesaikan dari 1 Oktober sampai
dengan 24 Desember 1976 ini adalah bagian dari ‘Tetralogi Buru’, yang di mulai
dari buku Arok
Dedes,
kemudian Mata Pusaran, dilanjutkan Arus Balik,dan diakhiri dengan lakon Mangir . yang lainnya adalah Tetralogi
Bumi Manusia.
Untuk memperluas alur
cerita, Pram memasukan beberapa tokoh sebagai sudut pandang dalam kisah Arok Dedes ini, diantaranya Arok,
Dedes,Tunggul Ametung, dan Empu Gandring. Dalam buku ini, padat akan konflik.
Serta kisah percintaan.
Buku Arok
Dedes berkisah tentang kudeta pertama di nusantara, di mana taktik politik
begitu berperan penting dalam peraihan tertinggi dalam sebuah kekuasaan. Dalam
buku ini, Arok tidak hanya berperan sebagai aktor tapi juga seorang dalang di
balik layar. Ia mengadu domba satu dengan yang lain, memanas-manasi antar
perkubuan dan muncul sebagai seorang pemenang. Arok selalu memunculkan diri
sebagai seorang pahlawan, seolah-olah ia tidak terlibat dalam permainan politik
sebenarnya.
Selama beratus tahun
Kediri dan Tumapel berkuasa, selama itu pula rakyat dan desa di sekitar maupun
di bawah kekuasaannya dalam keadaan menderita. Penarikan upeti yang besar oleh
Kediri dan Tumapel terhadap rakyatnya. Perbudakan yang merajarela. Tindakan
semena-mena oleh Tunggul Ametung, Akuwu Tumapel. Dan para pejabat tinggi yang
hanya menjilat demi tahta, harta dan wanita. Membuat geram seluruh rakyat yang
ditindasnya. Terlebih kaum Brahmana yang semula berada di kasta tertinggi oleh
Sri baginda Erlangga raja Kediri di jatuhkan dan dikucilkan.
Munculah Arok sebagai
angin segar diantara kaum Brahmana dan harapan bagi rakyat Tumapel, yang
dianggap mampu menaklukan Tunggul Ametung, serta Kediri dan meletakan kembali
kedudukan kaum Brahmana. Dan keagungan dewa-dewa Hindu kaum Brahmana. Arok
seorang anak berkasta sudra merangkak naik menjadi Brahmana dan berjiwa ksatria.
Dengan ilmu serta keberaniannya menentang penguasa.
Pucaknya adalah kaum
Brahmana melakukan pergerakan yang di pimpin oleh Arok. Dengan jalan kudeta.
Kudeta bermula dari diculiknya seorang putri Brahmana bernama Dedes. Dedes
diculik oleh Tunggul Ametung dan di
peristri secara paksa tanpa sepengetahuan Mpu Parwa ayah Dedes. Kebencian kaum
Brahmana pada para raja-raja Kediri dan Akuwu Tumapel telah berlangsung lama.
Berawal dari raja Kediri, Sri Baginda Erlangga serta penerusnya tidak
menghormati dewa-dewa Hindu serta merendahkan martabat kaum Brahmana.
Mengakibatkan kebencian tersebut menggunung selama bertaus tahun.
Dedes yang di peristri
oleh Tunggul Ametung, diangkat menjadi Paramesywari Tumapel, pada awalnya ia
tidak menerima dirinya di peristri oleh Ametung. Karena pergolakan hati serta
perenungan yang lama, ia dapat menerima dirinya sebagai Paramesywari Tumapel,
dan melihat peristiwa ini sebagai anugerah dari para dewa dan kesempatan untuk
membalaskan dendamnya terhadap Tunggul Ametung yang telah merendahkan
martabatnya sebagai Brahmana. Sama halnya dengan Arok, bedannya Dedes memainkan
peran dari dalam pewukuan (istana) dan ikut berperan penting dalam permainan
politik Arok.
Buku ini memberi
padangan baru terhadap politik. Tidak hanya untuk meraih kekuasaan dan
mempertahankannya, politik juga adalah jalan cepat untuk melawan penindasan dan
ketidakadilan yang dilakukan penguasa, demi meraih suatu kebebasan.
Jika kita kembali ke
masa Orde Lama, di mana pemerintahan Soekarno di jatuhkan dengan taktik politik
yang begitu luar biasa, menimbulkan kerusuhan,dan perselisihan antar kubu,
hingga sampai pada titik dimana dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret
(SUPERSEMAR) oleh Soekarno. Dan pucuk kekuasaan perpindah tangan, dari Soekarno
ke Jendral Soeharto.
Taktik politik yang
terdapat dalam buku kisah Arok Dedes mungkin
berbeda dengan taktik politik yang terjadi di masa Orde Lama ke Orde baru. Tapi
kecerdikan orang-orang yang berperan dalam peristiwa itu yang perlu kita kritisi.
Seperti yang terkutip pada cover bagian
belakang buku Arok Dedes “Arok adalah
simpul dari gabungan antara mesin paramiliter licik dan politisi sipil yang
cerdik-rakus”.
Buku Arok Dedes adalah
pendidikan moral, sejarah dan politik yang unik, melalui kisah terbesar di
nusantara Arok dan Dedes, kita diajak berpetualang
kembali ke masa lampau, dan merasakan taktik politik paling purba di negri ini.
Penggambaran latar di
buku Arok Dedes ini tidak detail,
tapi dengan penulisan yang tidak bertele-tele penulis membiarkan pembaca untuk bermain
dengan imajinasinya. Permainan alur yang begitu baik menjadikan buku ini tidak
membosankan. Kemampuan penulis memancing emosi pembaca ke dalam buku, menambah
kelebihan dari buku ini.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa baku, dan
penulisan kata yang tidak biasa, berbeda dengan yang di temui pada umumnya ,
dikarenakan perbedaan masa antara penulis dan pembaca . Contohnya saya menjadi sahaya dan sebagainya.
Kekurangan buku ini
terdapat pada penggunaan kata dan penyusunan kalimat yang tidak biasa. Untuk
orang yang baru mulai giat membaca akan sedikit sulit untuk memahaminya dan
akan mengulang-ulang bacaan.
Buku Arok Dedes ini disarankan bagi para pembaca,
untuk memahami sejarah nusantara yang begitu luar biasa dan banyak pesan moral
yang dapat kita ambil dan jadikan pelajaran. Serta memahamkan para pembaca,
bahwa politik adalah tempat berkumpulnya kepentingan dari masing-masing
individu maupun kelompok. Dan pembaca dapat bersikap dalam kegiatan politik
yang terus berubah setiap detiknya.
Selamat
Berfantasi !